Tadarus dan Mengeraskan Suara Ketika Membaca Al-Qur'an
Salah satu keistimewaan membaca Al-Qur’an adalah meskipun tidak paham maksud dan artinya, namun tetap ada pahalanya, apalagi jika paham arti dan maksudnya. Bahkan disebutkan bahwasannya orang yang mentadabburi Al-Qur’an ia akan menadapat satu pemahaman, ketika merenunginya lagi ia akan mendapatkan pemaham yang lain, semakin ia sering dan merenungi ia akan mendapat pemahaman yang lebih, begitu seterunya.
Namun, perlu juga diperhatikan bahwa membaca Al-Qur’an pun ada adab-adabnya, tidak hanya sekedar yang penting membaca. Berikut ini diantara hal yang menerangkan mengenai adab-adab membaca Al-Qur’an, yang dikutip dari salah satu fashal dari kitab At-Tibyan fiy Adab Hamalatil Qur’an karya seorang ulama pembesar Syafi’iyah yang bernama Imam An-Nawawi rahimahullah.
Sebuah Pasal Tentang Membaca Al-Qur’an Bergantian (Iradah) : yakni berkumpul sekelompok orang, sebagian mereka membaca 10 juz, atau 1 juz, atau yang lainnya, kemudian yang membaca diam (berhenti), dan yang lain membaca (melanjutkan) pada tempat (ayat) berhentinya yang pertama, kemudian yang lain baca dimana berhentinya, dan ini boleh serta bagus. Imam Malik pernah ditanya tentang acara-cara seperti ini, ia menjawab, tidak apa-apa.”
Penjelasan : salah satu manfaatnya dari hal ini adalah bisa saling mentashhih dan mendengar sebagaimana banyak terjadi di masjid dan musholla umat Islam, khususnya yang disemarakkan di bulan Ramadhan. Akan tetapi jangan sampai seperti yang kadang terjadi pada sebagian orang yaitu yang satu baca yang lainnya makan atau tidur, itu faidahnya kurang banyak, bagusnya adalah yang satu membaca dan yang lainnya menyimak dan memperhatikannya kemudian bergantian sebagaimana kita ketahui dengan istilah Tadarus.
Sebuah pasal menerangkan tentang mengangkat suara (menyaringkan suara) ketika membaca Al-Qur’an. Ini adalah fasal penting yang harus diperhatikan, ketahuilah sesungguhnya telah datang hadist yang banyak sekali yang disebutkan dalam kitab Shahih dan kitab yang lainnya yang menunjukkan akan kesunnahan (anjuran) mengangkat suara dalam membaca Al-Qur’an dan telah datang juga riwayat dari para sahabat dan tabi’in yang menunjukkan kesunnahan membaca pelan-pelan dan merendahkan suara. Kami akan menyebutkan dari sebagian kecil dalil-dalil tersebut sebagai isyarat dari asal dalil yang banyak, Insya Allah.
Imam Abu Hamid Al-Ghazali dan yang lainnya dari kalangan Ulama’ berkata : “Cara menggabungkan antara hadits mengeraskan suara dan riwayat dari sahabat tentang melirihkan suara dalam membaca Al-Qur’an yang berbeda-beda, bahwa sesungguhnya jika melirihkan suara jauh dari riya’ maka itu lebih utama bagi orang yang takut riya’,
Jikalau ia tidak khawatir dengan riya’ maka mengangkat dan mengeraskan suara itu lebih baik (lebih utama) dikarenakan amalnya lebih banyak (yakni lebih banyak mengeluarkan tenaga, dan semakin banyak mengeluarkan tenaga semakin banyak pahala yang didapat) dan juga karena sesungguhnya faidahnya akan merembat ke tempat lain (sehingga banyak yang mendengar), manfaat yang meluas ke mana-mana itu lebih utama dari pada manfaat yang tidak kemana-mana, dan ada lagi faidahnya mengangkat suara adalah bisa membangunkan hatinya orang-orang yang membaca dan bisa mengumpulkan konsentrasinya untuk bisa merenunginya dan mengarahkan pendengarannya kepada bacannya tersebut, kemudian menghilangkan kantuk, tambah menggiatkan , dan membangunkan yang lain yang tidur dan lalai untuk membaca Al-Qur’an, membuatnya semakin giat”
Mereka (ulama) berkata kapan saja bisa menghadirkan dari niat yang bermacam-macam ini (tujuan-tujuan yang telah disebutkan diatas) maka mengeraskan suara itu lebih bagus. Kalau niatnya yang dihadirkan itu lengkap (semua manfaat diatas bisa dicapai dengan mengeraskan suara) maka pahalanyapun akan berlipat-lipat. Imam Al-Ghozali berkata : “Oleh sebab itulah kami katakan membaca Al-Qur’an di mushaf (dengan melihat) itu lebih utama”. Inilah hokum permasalahan ini (yakni dikarenakan manfaatnya itu lebih banyak yaitu untuk mata, hati, telinga dan lisan, semuanya ikut membaca, intinya semakin banyak manfaatnya maka semakin baik, penj).
Adapun riwayat-riwayat yang dinukil itu banyak dan akan aku isyaratkan sekelumit saja dari riwayat-riwayat tersebut, diantaranya disebutkan dalam kitab shahih : “Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anh : aku mendengar Nabi Muhammad bersabda : “Allah sangat senang mendengar orang yang memperbagus suaranya ketika mebaca Al-Qur’an dan mengeraskannya”. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, makna mendengar di sini adalah isyarat ridha dan menerimanya. “Dari Abu Musa Al-Asy’ariy radliyallhu ‘anh, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda kepadanya : “Sungguh engkau telah diberikan seruling dari serulingnya keluarganya Abu Daud”. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim
Penjelasan : Tentunya membaca Al-Qur’an dengan lagu lebih baik akan tetapi jangan sampai keluar dari kaidah Tajwid dan Makhraj hurufnya yakni dengan Tartil, bahkan memperpanjang bacaan melebihi 6 harakat itu tidak boleh, karena tidak ada yang memperkenankannya.
Sedangkan riwayat Imam Muslim bahwasannya Rasulullah Shalallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda : “Engkau telah melihatku dan aku mendengar bacaanmu semalam”, dari Imam Muslim juga meriwayatkan dari Baridah bin Al-Hushoib. Dan dari Fudholah bin Ubaid beliau berkata, Rasulullah Shalallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda “Sungguh Allah lebih senang mendengar seorang laki-laki yang suaranya bagus ketika melantunkan Al-Qur’an melebihi seorang tuan yang menikmati lagu yang dilantunkan oleh budaknya”. Imam Ibnu Majah meriwayatkannya. Dari Abu Musa juga beliau berkata, Rasulullah bersabda : “Aku mengetahui suaranya rombongan Asy’ariyyin, dan aku bisa mengenali rumah- rumah mereka dari suara mereka ketika membaca Al-Qur’an di malam hari, walaupun aku belum pernah tahu rumah mereka di siang hari”. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkannya.
Penjelasan : Sudah masyhur bahwasannya keluarga Abu Musa Al-Asy’ari itu suaranya bagus-bagus, sebagaimana Nabi Daud dianugrahi suara yang merdu. Ini menunjukkan bahwa bacaan Al-Qur’an Abu Musa Al-Asy’ariy didengar oleh Rasulullah. Artinya adalah Abu Musa Al-Asy’ariy membacanya dengan nyaring, kemudian dipuji oleh Rasulullah. Sekaligus riwayat-riwayat diatas menunjukkan bahwa banyak yang menyaringkan bacaan Al-Qur’annya hingga dengan suara yang nyaring itu dapat dikenali siapa orang yang membacanya.
“Dari Al-Barra’ bin ‘Azib radliyallahu ‘anh beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda: “Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu” HR Imam Abu Daud, Imam An-Nasa’i dan yang lainnya. Dan Ibnu Abi Daud dari Ali radliyallahu ‘anh : “Sesungguhnya beliau mendengar suara orang-orang menggema di dalam masjid mereka sedang membaca Al-Qur’an, kemudian Ali berkata sungguh mereka sangat beruntung sebab mereka adalah orang-orang yang dicintai Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam”.
Penjelasan : Hal ini juga menunjukkan bahwa mengangkat suara ketika membaca Al-Qur’an adalah sunnah, sampai-sampai Sayyidina Ali memuji orang-orang yang ada di Masjid lantasan membaca Al-Qur’an sampai bergema.
Dan hadits tentang mengeraskan suara ketika membaca Al-Qur’an itu sangat banyak. Adapun riwayat dari sahabat dan tabi’in dari perkatan mereka dan perbuatan mereka itu terlalu banyak untuk disebutkan dan sangat masyhur untuk disebutkan, ini semua adalah bagi orang yang tidak khawatir terkena riya’, ‘ujub dan tidak pula selain keduanya dari hal-hal yang jelek, dan tidak mengganggu sholatnya yang lainnya dan membuat rancu sholat mereka.
Penjelasan : Makna mengganggu itu begini, kalau orang mendengar orang mengangkat suara yang bagus pasti senang dan rindu, akan tetapi yang hatinya kotor maka ia akan menanggapi hal itu sebagai gangguan, disebabkan hatinya memang kotor, berbeda halnya kalau cara bacaannya asal-asalan, hal itu memang mengganggu, akan tetapi adakah orang-orang yang ketika Al-Qur’an dan dzikir dikumandangkan itu terganggu ? Tidak ada yang terganggu melainkan Abu Jahal dan Iblis.
Dinukil juga dari sebagian Ulama’ Salaf bahwasanya mereka melirihkan suaranya takut riya’ dan sebagainya seperti telah kami sebutkan di atas. Dari Al-A’masy beliau berkata : “Aku masuk ke rumahnya Ibrahim yang sedang membaca Al-Qur’an kemudian ada orang yang izin untuk menutup satirnya, sebab beliau selalu membaca Al-Qur’an setiap saat”. Dan dari Abu Aliyah beliau berkata : “Dahulu aku duduk bersama para Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam, kemudian salah seorang di antara mereka berkata : “Semalam aku baca Al-Qur’an begini, maka yang lain menjawab itulah bagianmu” (yakni kalau baca dengan melirihkan suara itulah bagianmu, demikian juga sebaliknya juga).
Adapun yang dijadikan dalil atas apa yang mereka lakukan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Uqbah bin Amir ra beliau berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Orang yang mengeraskan bacaan Al-Qur’an sama perumpamaannya seperti orang yang terang-terangan dalam bersedekah, sedangkan orang yang melirihkan bacaan Al-Qur’an perumpamaannya seperti orang yang bersedakah diam-diam”. Imam Abu Daud, Imam At-Tirmidzi dan Imam An-Nasa’i telah meriwayatkannya, Imam At-Tirmidzi berkata : Haditsnya Hasan. Imam At-Tirmidzi juga berkata : Makna hadits tersebut adalah “Barang siapa yang melirihkan bacaan Al-Qur’an itu lebih utama dari pada orang yang mengeraskannya, sebab bersedekah dengan diam-diam itu lebih utama menurut para Ulama’ dari pada sedekah terang-terangan”. Kemudian beliau berkata lagi “Adapun makna hadits ini menurut Ulama’ adalah melirihkan bacaan itu lebih utama karena lebih aman dari Ujub, sebab orang yang melakukan amal diam-diam itu tidak khawatir terkena Ujub sebagaimana ketika ia beramal terang-terangan.
“Aku berkata (Imam An-Nawawi) : Dan hal ini semuanya cocok dengan apa yang telah aku sebutkan di awal fasal, dan sesungguhnya jika khawatir terhadap sesuatu yang dimakruhkan sebab mengeraskan maka tidak perlu mengeraskan, akan tetapi kalau tidak khawatir maka disunnahkan baginya mengeraskan bacaannya, sedangkan kalau bacaannya tersebut berkelompok maka lebih dianjurkan lagi untuk dibaca dengan mengeraskan suara sebagaimana kami sebutkan tadi, dan agar mendapat manfaat yang lebih untuk yang lainnya.
Kesimpulan nya mengeraskan dan memperindah suara itu disunnahkan dan lebih baik, begitu juga membaca bersama-sama karena manfaatnya lebih banyak.
Penjelasan : salah satu manfaatnya dari hal ini adalah bisa saling mentashhih dan mendengar sebagaimana banyak terjadi di masjid dan musholla umat Islam, khususnya yang disemarakkan di bulan Ramadhan. Akan tetapi jangan sampai seperti yang kadang terjadi pada sebagian orang yaitu yang satu baca yang lainnya makan atau tidur, itu faidahnya kurang banyak, bagusnya adalah yang satu membaca dan yang lainnya menyimak dan memperhatikannya kemudian bergantian sebagaimana kita ketahui dengan istilah Tadarus.
Sebuah pasal menerangkan tentang mengangkat suara (menyaringkan suara) ketika membaca Al-Qur’an. Ini adalah fasal penting yang harus diperhatikan, ketahuilah sesungguhnya telah datang hadist yang banyak sekali yang disebutkan dalam kitab Shahih dan kitab yang lainnya yang menunjukkan akan kesunnahan (anjuran) mengangkat suara dalam membaca Al-Qur’an dan telah datang juga riwayat dari para sahabat dan tabi’in yang menunjukkan kesunnahan membaca pelan-pelan dan merendahkan suara. Kami akan menyebutkan dari sebagian kecil dalil-dalil tersebut sebagai isyarat dari asal dalil yang banyak, Insya Allah.
Imam Abu Hamid Al-Ghazali dan yang lainnya dari kalangan Ulama’ berkata : “Cara menggabungkan antara hadits mengeraskan suara dan riwayat dari sahabat tentang melirihkan suara dalam membaca Al-Qur’an yang berbeda-beda, bahwa sesungguhnya jika melirihkan suara jauh dari riya’ maka itu lebih utama bagi orang yang takut riya’,
Jikalau ia tidak khawatir dengan riya’ maka mengangkat dan mengeraskan suara itu lebih baik (lebih utama) dikarenakan amalnya lebih banyak (yakni lebih banyak mengeluarkan tenaga, dan semakin banyak mengeluarkan tenaga semakin banyak pahala yang didapat) dan juga karena sesungguhnya faidahnya akan merembat ke tempat lain (sehingga banyak yang mendengar), manfaat yang meluas ke mana-mana itu lebih utama dari pada manfaat yang tidak kemana-mana, dan ada lagi faidahnya mengangkat suara adalah bisa membangunkan hatinya orang-orang yang membaca dan bisa mengumpulkan konsentrasinya untuk bisa merenunginya dan mengarahkan pendengarannya kepada bacannya tersebut, kemudian menghilangkan kantuk, tambah menggiatkan , dan membangunkan yang lain yang tidur dan lalai untuk membaca Al-Qur’an, membuatnya semakin giat”
Mereka (ulama) berkata kapan saja bisa menghadirkan dari niat yang bermacam-macam ini (tujuan-tujuan yang telah disebutkan diatas) maka mengeraskan suara itu lebih bagus. Kalau niatnya yang dihadirkan itu lengkap (semua manfaat diatas bisa dicapai dengan mengeraskan suara) maka pahalanyapun akan berlipat-lipat. Imam Al-Ghozali berkata : “Oleh sebab itulah kami katakan membaca Al-Qur’an di mushaf (dengan melihat) itu lebih utama”. Inilah hokum permasalahan ini (yakni dikarenakan manfaatnya itu lebih banyak yaitu untuk mata, hati, telinga dan lisan, semuanya ikut membaca, intinya semakin banyak manfaatnya maka semakin baik, penj).
Adapun riwayat-riwayat yang dinukil itu banyak dan akan aku isyaratkan sekelumit saja dari riwayat-riwayat tersebut, diantaranya disebutkan dalam kitab shahih : “Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anh : aku mendengar Nabi Muhammad bersabda : “Allah sangat senang mendengar orang yang memperbagus suaranya ketika mebaca Al-Qur’an dan mengeraskannya”. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, makna mendengar di sini adalah isyarat ridha dan menerimanya. “Dari Abu Musa Al-Asy’ariy radliyallhu ‘anh, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda kepadanya : “Sungguh engkau telah diberikan seruling dari serulingnya keluarganya Abu Daud”. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim
Penjelasan : Tentunya membaca Al-Qur’an dengan lagu lebih baik akan tetapi jangan sampai keluar dari kaidah Tajwid dan Makhraj hurufnya yakni dengan Tartil, bahkan memperpanjang bacaan melebihi 6 harakat itu tidak boleh, karena tidak ada yang memperkenankannya.
Sedangkan riwayat Imam Muslim bahwasannya Rasulullah Shalallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda : “Engkau telah melihatku dan aku mendengar bacaanmu semalam”, dari Imam Muslim juga meriwayatkan dari Baridah bin Al-Hushoib. Dan dari Fudholah bin Ubaid beliau berkata, Rasulullah Shalallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda “Sungguh Allah lebih senang mendengar seorang laki-laki yang suaranya bagus ketika melantunkan Al-Qur’an melebihi seorang tuan yang menikmati lagu yang dilantunkan oleh budaknya”. Imam Ibnu Majah meriwayatkannya. Dari Abu Musa juga beliau berkata, Rasulullah bersabda : “Aku mengetahui suaranya rombongan Asy’ariyyin, dan aku bisa mengenali rumah- rumah mereka dari suara mereka ketika membaca Al-Qur’an di malam hari, walaupun aku belum pernah tahu rumah mereka di siang hari”. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkannya.
Penjelasan : Sudah masyhur bahwasannya keluarga Abu Musa Al-Asy’ari itu suaranya bagus-bagus, sebagaimana Nabi Daud dianugrahi suara yang merdu. Ini menunjukkan bahwa bacaan Al-Qur’an Abu Musa Al-Asy’ariy didengar oleh Rasulullah. Artinya adalah Abu Musa Al-Asy’ariy membacanya dengan nyaring, kemudian dipuji oleh Rasulullah. Sekaligus riwayat-riwayat diatas menunjukkan bahwa banyak yang menyaringkan bacaan Al-Qur’annya hingga dengan suara yang nyaring itu dapat dikenali siapa orang yang membacanya.
“Dari Al-Barra’ bin ‘Azib radliyallahu ‘anh beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda: “Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu” HR Imam Abu Daud, Imam An-Nasa’i dan yang lainnya. Dan Ibnu Abi Daud dari Ali radliyallahu ‘anh : “Sesungguhnya beliau mendengar suara orang-orang menggema di dalam masjid mereka sedang membaca Al-Qur’an, kemudian Ali berkata sungguh mereka sangat beruntung sebab mereka adalah orang-orang yang dicintai Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam”.
Penjelasan : Hal ini juga menunjukkan bahwa mengangkat suara ketika membaca Al-Qur’an adalah sunnah, sampai-sampai Sayyidina Ali memuji orang-orang yang ada di Masjid lantasan membaca Al-Qur’an sampai bergema.
Dan hadits tentang mengeraskan suara ketika membaca Al-Qur’an itu sangat banyak. Adapun riwayat dari sahabat dan tabi’in dari perkatan mereka dan perbuatan mereka itu terlalu banyak untuk disebutkan dan sangat masyhur untuk disebutkan, ini semua adalah bagi orang yang tidak khawatir terkena riya’, ‘ujub dan tidak pula selain keduanya dari hal-hal yang jelek, dan tidak mengganggu sholatnya yang lainnya dan membuat rancu sholat mereka.
Penjelasan : Makna mengganggu itu begini, kalau orang mendengar orang mengangkat suara yang bagus pasti senang dan rindu, akan tetapi yang hatinya kotor maka ia akan menanggapi hal itu sebagai gangguan, disebabkan hatinya memang kotor, berbeda halnya kalau cara bacaannya asal-asalan, hal itu memang mengganggu, akan tetapi adakah orang-orang yang ketika Al-Qur’an dan dzikir dikumandangkan itu terganggu ? Tidak ada yang terganggu melainkan Abu Jahal dan Iblis.
Dinukil juga dari sebagian Ulama’ Salaf bahwasanya mereka melirihkan suaranya takut riya’ dan sebagainya seperti telah kami sebutkan di atas. Dari Al-A’masy beliau berkata : “Aku masuk ke rumahnya Ibrahim yang sedang membaca Al-Qur’an kemudian ada orang yang izin untuk menutup satirnya, sebab beliau selalu membaca Al-Qur’an setiap saat”. Dan dari Abu Aliyah beliau berkata : “Dahulu aku duduk bersama para Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam, kemudian salah seorang di antara mereka berkata : “Semalam aku baca Al-Qur’an begini, maka yang lain menjawab itulah bagianmu” (yakni kalau baca dengan melirihkan suara itulah bagianmu, demikian juga sebaliknya juga).
Adapun yang dijadikan dalil atas apa yang mereka lakukan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Uqbah bin Amir ra beliau berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Orang yang mengeraskan bacaan Al-Qur’an sama perumpamaannya seperti orang yang terang-terangan dalam bersedekah, sedangkan orang yang melirihkan bacaan Al-Qur’an perumpamaannya seperti orang yang bersedakah diam-diam”. Imam Abu Daud, Imam At-Tirmidzi dan Imam An-Nasa’i telah meriwayatkannya, Imam At-Tirmidzi berkata : Haditsnya Hasan. Imam At-Tirmidzi juga berkata : Makna hadits tersebut adalah “Barang siapa yang melirihkan bacaan Al-Qur’an itu lebih utama dari pada orang yang mengeraskannya, sebab bersedekah dengan diam-diam itu lebih utama menurut para Ulama’ dari pada sedekah terang-terangan”. Kemudian beliau berkata lagi “Adapun makna hadits ini menurut Ulama’ adalah melirihkan bacaan itu lebih utama karena lebih aman dari Ujub, sebab orang yang melakukan amal diam-diam itu tidak khawatir terkena Ujub sebagaimana ketika ia beramal terang-terangan.
“Aku berkata (Imam An-Nawawi) : Dan hal ini semuanya cocok dengan apa yang telah aku sebutkan di awal fasal, dan sesungguhnya jika khawatir terhadap sesuatu yang dimakruhkan sebab mengeraskan maka tidak perlu mengeraskan, akan tetapi kalau tidak khawatir maka disunnahkan baginya mengeraskan bacaannya, sedangkan kalau bacaannya tersebut berkelompok maka lebih dianjurkan lagi untuk dibaca dengan mengeraskan suara sebagaimana kami sebutkan tadi, dan agar mendapat manfaat yang lebih untuk yang lainnya.
Kesimpulan nya mengeraskan dan memperindah suara itu disunnahkan dan lebih baik, begitu juga membaca bersama-sama karena manfaatnya lebih banyak.
Semoga Bermanfaat Bagi Sobat Blogger, Amiin . . .