ISLAM DALAM DINAMIKA KEHIDUPAN REMAJA (PELAJAR)
Secara luas Islam diartikan sebagai tunduk atau berserah diri kepada Allah swt, baik dengan sukarela maupun terpaksa. Dalam istilah lain Islam adalah agama Tauhid (mengesakan Allah swt). Dengan pengertian seperti ini, maka konsekuensinya Islam mencakup semua manusia yang berketuhanan yang Maha Esa sejak nabi Adam as hingga nabi Muhammad saw.
Adapun secara sempit, Islam diartikan sebagai agama yang diwahyukan kepada masyarakat manusia melalui nabi Muhammad saw, sumber ajarannya adalah al-quran dan sunnah yang hakikat ajaran-ajarannya menyangkut berbagai segi kehidupan manusia (aqidah, ibadah, muamalah).
Sebagai sebuah agama, fungsi terpenting dari Islam adalah untuk menciptakan rasa aman dan sejahtera bagi pemeluknya. Dari sini terlihat kaitan yang sangat erat antara “iman” dan “aman”. Rasa aman tersebut diperoleh melalui keyakinan tentang sesuainya sikap manusia dengan kehendak dan petunjuk Allah swt.
Islam ditengah kehidupan remaja (pelajar)
Usia remaja umumnya termasuk usia sekolah (pelajar) yang menurut Kohnstamm sekitar usia 14-21 tahun. Dalam ilmu psikologi khususnya psikologi perkembangan remaja merupakan peralihan dari masa anak ke masa dewasa yaitu saat-saat ketika anak tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan orang dewasa. Masa ini oleh Aristoteles disebut dengan masa pubertas. Istilah lain untuk masa ini adalah adolesen atau dalam Islam disebut dengan akil baligh. Masa remaja sebagai tahap perkembangan memiliki beberapa karakteristik, baik dari segi biologis, psikologis, maupun sosial.
Ada beberapa ciri yang dapat diidentifikasi dari seorang remaja, seperti : pertumbuhan fisik yang sangat cepat, perkembangan seksual, cara berpikir kausalitas (sebab-akibat), emosi yang meluap-luap, mulai tertarik kepada lawan jenisnya, menarik terhadap lingkungannya, dan terikat dengan kelompok.
Dilihat dari perkembangan masa remaja, perkembangan agamanya sangat dipengaruhi oleh perkembangan emosi yang labil dan perkembangan intelektual remaja yang semakin kritis terhadap fenomena atau keadaan yang ada disekelilingnya. Oleh karena itu ciri khas perkembangan agama pada masa remaja adalah ambivalensi artinya perkembangan agama pada masa remaja bersifat maju mundur atau dengan kata lain keberagamaan usia remaja tidak bisa stabil. Pada saat tertentu mereka sangat rajin ibadah namun di waktu lain justru sebaliknya ia sangat bermalas-malasan. Disamping itu perkembangan intelektual yang semakin kritis membuat para remaja tidak mau begitu saja menjalankan hal-hal yang menurut ia kurang masuk akal. Oleh karena itu menanamkan nilai-nilai agama tidak tepat jika hanya dilakukan dengan pendekatan doktriner (menanamkan pemahaman dengan pemaksaan) tetapi juga diperlukan pendekatan rasional (masuk akal) sehingga ia mampu memahami perintah agama tersebut dengan nalar rasional mereka yang baru berkembang.
Disisi lain, secara kebutuhan psikologis remaja juga mempunyai kebutuhan beragama dan kebutuhan akan rasa aman.
Kebutuhan beragama didasarkan bahwa manusia pada dasarnya adalah butuh agama. Dalam Islam terdapat konsep fitrah, bahwa setiap bayi yang lahir selalu dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci) orang tuanyalah yang membuatnya Yahudi, Nasrani, maupun Majusi. Dalam konteks ini berarti fitrah dimaknai dengan fitrah agama yang lurus (dinul qayim).
Pada masa remaja kebutuhan beragama ini juga menonjol. Akan tetapi beragamanya didasarkan atas didikan dari kecil. Kalau dari kecil kurang didikan agama maka di waktu remaja mungkin menjauhkan diri dari agama. Sebaliknya jika ia sejak kecil dididik agama dengan baik maka remajanya otomatis akan menjadi remaja yang taat beragama.
Perasaan gelisah pada remaja dapat merupakan dasar bagi tumbuhnya kepercayaan kepada Allah swt (iman). Banyak ajaran agama khususnya Islam yang menerangkan bahwa dengan beribadah akan menentramkan jiwa. Dengan demikian ajaran-ajaran agama adalah obat rohani (psikis) yang ampuh.
Sedangkan kebutuhan akan rasa aman adalah kebutuhan pokok bagi manusia. Pada manusia rasa aman itu dibutuhkan sejak kecil. Rasa aman yang ditimbulkan oleh situasi di waktu anak mengisap (periode oral) misalnya menyusu, mengisap jari, merupakan aspek terpenting bagi perkembangan kepribadian anak untuk masa selanjutnya.
Pada masa remaja kebutuhan rasa aman sangat dibutuhkan untuk perkembangan psikisnya yang lebih baik, tanpa adanya rasa aman maka ia akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktualisasi diri.
Problem beragama pada masa remaja (Pelajar)
Menurut Sofyan S Willis, masalah agama pada masa remaja sebenarnya terletak pada tida hal yaitu keyakinan dan kesadaran beragama, pelaksanaan agama secara teratur, dan perubahan tingkah laku karena agama.
Keyakinan dan kesadaran beragama harus ditumbuhkan sejak kecil namun demikian pada masa remaja bisa saja hal itu dilakukan. Dalam menumbuhkan keyakinan dan kesadaran beragama ini hendaknya kita lakukan dengan pendekatan pembiasaan. Jika pembiasaan tersebut berhasil menjadi sebuah kebiasaan yang melekat pada diri remaja maka mereka dapat melaksanakan amalan agama secara teratur sehingga akan terjadi perubahan tingkah laku karena agama.
KESIMPULAN
Inilah hal-hal yang harus diperhatikan dalam kaitan antara Islam dan kehidupan remaja, sehingga dalam penghayatan agama terjadi kesesuaian. Jangan sampai Islam justru semakin jauh dan asing dalam kehidupan remaja hanya karena pemahaman Islam yang disampaikan tidak membumi sesuai dengan perkembangan dan problematika yang dihadapi remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun, 1985. Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. Jakarta : UI Press
Shihab, M. Quraish, 1992. “Membumikan” Al-Quran. Bandung : Penerbit Mizan
Kusumo, Sutomo Parastho, 2009. Jangan Persempit Islam. Yogyakarta : Penerbit Santusta
PP IPM, 2011. Panduan Da’wah Pelajar. Jakarta : IPM Press
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun, 1985. Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. Jakarta : UI Press
Shihab, M. Quraish, 1992. “Membumikan” Al-Quran. Bandung : Penerbit Mizan
Kusumo, Sutomo Parastho, 2009. Jangan Persempit Islam. Yogyakarta : Penerbit Santusta
PP IPM, 2011. Panduan Da’wah Pelajar. Jakarta : IPM Press