Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

BANGGA MENJADI GURU - Manajemen Sukses dengan Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual

Disekitar kita banyak sekali orang yang memiliki kecerdasan intelektual/ otak saja, memiliki gelar yang tinggi dan kadang lebih dari satu gelar yang disandangnya, namun belum tentu orang tersebut sukses dalam pekerjaannya.
BANGGA MENJADI GURU - Manajemen Sukses dengan Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual

Kadang sering kita menemukan orang yang sukses justru dari kalangan yang berpendidikan formal lebih rendah dari seorang sarjana S-1 (hanya lulusan SMA saja), atau lebih rendah pendidikannya dari bawahaannya. Dari hal tersebut ternyata ada kemampuan lain yang dapat medukung kesuksesannya.
Saat ini banyak sekali orang yang berpendidikan/ pandai hanya diukur berdasarkan kecerdasan intelektual, dengan melihat hasil pendidikannya yang terdapat dalam nilai raport/ ijazah, padahal predikat kecerdasan seseorang harus dilihat dari berbagai segi kecerdasan, seperti kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi dapat dikatakan juga kemampuan mengelola hati, dan pengendalian diri. Dalam situasi tertentu, seseorang sering menghadapi berbagai gejolak batin, yang menuntut dirinya untuk tetap konsisten (memiliki ketetapan hati/istiqomah) dalam setiap tindakan. Seorang yang selalu konsisten dalam setiap situasi dapat dikatakan seseorang yang memiliki kecerdasan emosi.
Kesabaran merupakan inti dari kematang emosi seseorang, karena dengan sabar, seseorang dapat terus melakukan dan menerima berbagai resiko.

Victor E. Frankl menyatakan ”bahwa individu manusia atau korporasi dewasa ini membutuhkan ’meaning and value” (makna dan nilai), makna/ arti dari setiap aktifitas yang dikerjakan, apakah sebagai seorang pimpinan atau karyawan biasa, bukan hanya sekedar bekerja namun juga menjadikan suatu pekerjaan sebagai bagian dari jalan menuju keberkahan hidup dan menjadikan pekerjaan sebagai sesuatu yang sangat berarti dalam perkembangan individu dan kemajuan dirinya sendiri. Coba bayangkan jika anda tidak bekerja, mungkin saja anda akan merasa diri anda tidak bermakna dan tidak memiliki nilai/ budaya, karena tidak ada yang anda hasilkan dalam kehidupan anda.

Jika seseorang bekerja akan terlihat berbagai perubahan dalam dirinya mulai dari penampilan diri, keyakinan akan masa depan dan harapan akan kemajuan bagi keluarga. Karena itu maka sangat pantaslah jika setiap kita sangat membutuhkan ’meaning and value’ dalam aktifitas kerjanya.

Sejalan dengan itu juga Lyle Spencer Jr, direktur riset dan teknologi sekaligus salah satu pendiri perusahaan multinasional Hay/Mc. Ber (perusahaan konsultan) menyatakan ”bahwa kecerdasan emosilah yang sesungguhnya lebih berperan untuk menghasilkan kinerja yang cemerlang” Kita juga dapat mengambilan suatu contoh real yang mendukung penelitian ini dalam penerapannya oleh praktisi kaliber internasional, Linda Keegan, salah seorang Vice President untuk pengembangan eksekutif City Bank di salah satu negara Eropa, menyatakan bahwa kecerdasan emosional harus menjadi dasar dalam setiap pelatihan manajemen.

Kecerdasan emosional memegang peranan penting dalam mencapai keberhasilan seseorang dalam segala bidang. Hati adalah sumber keberanian dan semangat, integritas serta komitmen. Hati adalah sumber energi dan perasaan mendalam yang menuntut kita untuk melakukan pembelajaran, menciptakan kerjasama, memimpin serta melayani, semangat sebagai bekal mencapai sukses serta menggapai harapan-harapan/ mimpi-mimpi yang dapat terealisasikan dan terukur (sesuai dengan kemampuan dirinya sendiri). Seseorang dapat dikatakan tidak matang emosi-nya jika tidak mampu mengendalikan diri.

Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual dapat diartikan sebagai kecerdasan mengambil makna hakiki dari setiap aktifitas dan peristiwa yang dihadapi, serta menyandarkan/ memasrahkan diri pada kebesaran dan kekuasaan sang khalik.
Kecerdasan seseorang secara intelektual yang dapat dilihat pada nilai raport/ ijazah tidak dapat menjadi tolak ukur seberapa baik kinerja seseorang dalam pekerjaannya atau seberapa tinggi seseorang dapat meraih sukses dalam pekerjaannya. Mc. Clalend pada tahun 1973 dalam bukunya “Testing for Competence Rether than Intellegence” bahwa seseorang yang sukses memiliki kecakapan khusus seperti: empati, disiplin diri, dan inisiatif.

Kemudian sejalan dengan itu Top executive International meeting di Harvard Business School dalam pertemuannya pada tanggal 11 s/d 12 April 2002 mengkaji dan menemukan bahwa yang membuat seseorang sukses adalah karena pengaruh kecerdasan spiritual yang mampu membantu menjadi Powerfulleaders yang para executive tersebut memberikan angka pengaruh sangat mencengangkan yaitu mencapai angka 80%, sedangkan kecerdasan intelektual hanya mempengaruhi kesuksesan seseorang pada angka 20% saja. Dalam pertemuan itu ternyata kecerdasan spiritual mampu menghasilkan 5 hal, yaitu :
  1. Integritas dan kejujuran
  2. Energi atau semangat
  3. Inspirasi atau ide dan inisiatif
  4. Wisdom atau kebijaksanaan
  5. Keberanian mengambil keputusan
Kejujuran menjadi poin penting dalam setiap peran seseorang untuk sukses, anda lihat betapa banyak orang yang hancur karirnya karena ketidakjujuran, korup manjadi biang keladi dari semua kegagalan seseorang. Seorang yang sangat produktif dan memiliki kinerja yang unggul adalah orang-orang yang memiliki semangat dan pantang menyerah, terus berusaha untuk mencapai keberhasilan dalam aktifitasnya. Baginya kegagalan bukan merupakan hambatan namun kesuksesan yang tertunda, dan ia akan memahami bahwa sukses dirinya bukan berarti memenangkan suatu pertarungan namun bagaimana proses dilakukan dalam upaya memenangkan pertarungan memperoleh hasil tersebut. Karena itu dalam proses melakukan pekerjaan ada kemauan untuk terus memperbaiki diri, hal itu dilakukan dengan belajar terus menerus agar suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan sempurna.

Pekerja yang kreatif biasanya memiliki inisiatif/ ide/ inspirasi dalam mengelola pekerjaannya, selalu mengolah pekerjaan dengan berbagai metode/ cara yang lebih inovatif, yang terpenting dari sikap itu adalah bahwa ia mampu melakukan pekerjaan tanpa menunggu perintah, selalu terkoordinasi antara rekan kerja terkait.
Kebijakan timbul karena adanya keterpaduan kematangan intelektual (menimbang), kematangan emosional (empati) dan kematangan spiritual (kesamaan diciptakan). Orang yang bijak tidak hanya menggunakan nalarnya namun juga merasakan dan mengakui akan kesamaan diri. Selain mengunakan kemampuan intelektualnya (menganalisis), seorang pengambil keputusan juga menggunakan nurani/ sifat-sifat dasar manusia yang selalu mengarah pada jati dirinya sebagai manusia.

Seorang yang memiliki kematangan spiritual berani mengambil keputusan dalam kondisi apapun, namun peranan kematangan intelektual (analisa) dan kematangan emosioanl (kesabaran dan istikomah) tetap ada dan menjiwai dalam setiap pengambilan keputusan tersebut. Manusia berusaha agar berbagai hal yang direncanakan berjalan dan berhasil secara maksimal namun Allah SWT juga yang menentukan keberhasilannya.

Selain itu juga dapat dikatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan, makna yang terkandung merupakan hikmah dari setiap keberhasilan dan kegagalan rencana dan implementasi.
Yang menjadi masalah sekarang akankah pandangan pendidikan dan pelatihan yang dilakuakn organissi/perusahaan dapat menggunakan pendekatan yang memacu tibulnya kecerdasan secara general tersebut ?, apakah setiap pimpinan/ karyawan perl diharuskan memiliki 5 hal diatas tadi ?,
Kunci kecerdasan ini adalah kejujuran, yang menjadi prinsip dan membuat anda aman, membuat anda memiliki kekuatan, membuat anda bijaksana serta membuat anda dapat dipercaya oleh setiap orang yang meletakan kepercayaannya pada diri anda.